Jakarta – Asia sebagai produsen berbagai komoditas penting dunia akan sangat berperan dalam pemulihan rantai pasokan global di 2022. Normalisasi pertumbuhan dan perbaikan rantai pasokan global akan berdampak positif pada sektor manufaktur dan pasar finansial Asia.
Pengetatan kebijakan The Fed menjadi tantangan yang harus diperhatikan, namun Asia masih memiliki ruang kebijakan moneter yang lebih longgar, didukung oleh inflasi yang lebih terjaga dan tingkat suku bunga riil yang tinggi sehingga memberi fleksibilitas bagi bank sentral di kawasan ini.
“Penanganan pandemi di beberapa negara ASEAN yang pada awalnya cenderung relatif lambat membuat pemulihan ekonomi di 2021 belum maksimal, sehingga perbaikan diperkirakan masih terus berlanjut di 2022,” ujar Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist Manulife Manajemen Aset Indonesia (MAMI), pada webinar Market Outlook 2022 di Jakarta, Selasa, 7 Desember 2021.
Katarina menyebutkan, kawasan ASEAN diperkirakan akan menjadi salah satu kawasan yang dapat mencatat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi di 2022 dibanding dengan 2021, berlawanan dengan kawasan lain yang mengalami normalisasi pertumbuhan ekonomi.
ASEAN – 5, yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand, diprediksi akan mengalami pertumbuhan PDB sebesar 5,8% di 2022. Angka ini melampaui pertumbuhan PDB negara maju (4,5%), negara berkembang di Eropa (3,6%), dan Amerika Latin (3,0%).
Tekanan inflasi yang masih rendah di ASEAN memberikan fleksibilitas bagi Bank Sentral untuk menjaga kebijakan moneter tetap akomodatif.
Katarina mengatakan, Indonesia akan mengalami akselerasi pertumbuhan ekonomi menuju fase ekspansi di tahun 2022. Negara ASEAN – 4, yang terdiri dari Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand, memiliki ruang ekspansi yang lebih tinggi di 2022.
Momentum pembukaan kembali ekonomi diperkirakan meningkat ketika pandemi gelombang ketiga mereda dan cakupan vaksinasi mencapai sekitar 70% dari populasi pada kuartal pertama 2022.
Keunggulan Indonesia dibandingkan banyak negara di kawasan adalah demografi Indonesia yang didominasi warga usia muda membawa keuntungan, mempercepat aktivitas ekonomi kembali normal terutama apabila mitigasi pandemi terus berjalan efektif, antara lain melalui vaksinasi secara masif dan merata.
Inflasi diperkirakan naik di 2022 yang dipicu oleh beberapa faktor, seperti momentum pemulihan ekonomi yang lebih kuat, kemungkinan kenaikan administered prices pada bahan bakar minyak/listrik, dampak kenaikan PPN, dan kenaikan harga bahan baku yang dibebankan ke konsumen sehingga menyebabkan kenaikan harga jual.
Namun, dibandingkan negara lain, Indonesia lebih terinsulasi dari dampak kenaikan harga komoditas karena Indonesia merupakan produsen besar dari berbagai komoditas.
“Meskipun ada peningkatan, namun inflasi 2022 diperkirakan tetap relatif terkendali, dalam rentang 3% – ±1%, sehingga memberi ruang bagi Bank Indonesia untuk tetap menerapkan kebijakan yang mendukung pemulihan ekonomi,” jelas Katarina.
Di tengah perubahan kebijakan moneter global dan normalisasi harga komoditas dunia, rupiah berpotensi sedikit melemah di 2022. Namun, ketahanan fundamental yang baik akan menopang stabilitas nilai tukar rupiah.
Hal ini didukung oleh tiga pilar, yaitu kebijakan moneter dengan prinsip kehati-hatian yang diterapkan Bank Indonesia, ketahanan eksternal yang kuat, dan cadangan devisa yang memadai.
Selain itu, harapan iklim investasi yang lebih kondusif di 2022 dapat mendorong investasi langsung yang dapat memberikan dukungan bagi stabilitas rupiah. (*)
Kontributor: Bachtiar Adamy
Editor: Darto Wiryosukarto