THE ASIAN POST, JAKARTA ― Sejumlah partai diprediksi bakal gagal masuk parlemen, sebagian besar berasal dari partai baru.
Menurut survei LSI Denny JA, partai yang terancam tidak lolos adalah PSI (0,2 persen), Garuda (0,1 persen), dan Berkarya (0,7 persen). Sementara partai lama yaitu PBB (0,2 persen), dan PKPI (0,1 persen).
Sementara yang masih belum aman PAN (3,1 persen), PKS (3,9 persen), PPP (2,9 persen), Nasdem (2,5 persen), dan Perindo (3,9 persen).
Sedangkan parpol yang potensial lolos ke Senayan adalah PDIP 24,6 persen, Gerindra 13,4 persen, Golkar 11,8 persen, Partai Demokrat 5,9 persen, dan PKB 5,8 persen.
Survei LSI Denny JA itu dilakukan pada 18-26 Maret 2019 dengan menggunakan metode “multistage random sampling” yang melibatkan 1.200 responden di 34 provinsi.
Menurut peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar, survei tersebut menggunakan metode wawancara tatap muka menggunakan kuesioner dengan “margin of error” +/- 2,8 persen.
Khusus terkait PSI, Rully mengatakan, rendahnya partai yang mencitrakan diri sebagai partai milenial ini karena salah strategi.
“PSI mengambil visi dan misi yang belum tentu disukai khalayak ramai,” kata Rully usai pengumuman hasil survei lembaganya di Jakarta, Jumat (5/4).
Partai yang dipimpin Grace Natalie itu dinilai terlalu berani bermain isu yang sangat sensitif yang memengaruhi suara mayoritas pemilih, yakni isu penghapusan perda syariah dan poligami.
“Kita tahu, pemilih Indonesia 90 persen muslim,” kata Rully, seperti dikutip dari Antara.
Rully memahami isu penghapusan perda syariah dan poligami merupakan strategi PSI untuk meraup ceruk pemilih minoritas. Namun, melihat elektabiltas PSI yang masih nol koma, upaya tersebut pun gagal.
“Pemilih nonmuslim ini kan belum tentu semuanya memilih PSI. Pemilih minoritas ini kan sudah merapat ke partai lama, salah satunya PDIP,” kata Rully.
Sebagai partai baru, lanjut Rully, sebenarnya PSI memiliki diferensiasi dengan parpol-parpol lain. Namun, diferensiasi ini belum bisa mengangkat elektabilitas PSI sampai saat ini.
“PSI belum bisa meyakinkan publik bahwa PSI bisa menjadi (alat) perubahan. Ini butuh proses,” ujarnya. []