Mandalika – Pengembangan “Bali Baru” di Mandalika telah mendapat perhatian internasional setelah sebelumnya perhatian juga ditujukan Panel PBB atas program “super prioritas” dari pemerintahan presiden Joko Widodo.
Media berita BBC melaporkan pada Senin, 24 Mei 2021 bahwa program besar-besaran yang didukung pemerintah untuk mengembangkan destinasi wisata mewah tersebut telah menimbulkan banyak tuduhan pelanggaran hak asasi manusia di situs tersebut.
Mandalika yang merupakan salah satu proyek investasi utama pemerintah Indonesia telah menarik investasi internasional, antara lain dari Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dan grup Perancis VINCI yang merupakan investor terbesar. Demi memaksimalkan potensi pariwisata di wilayah yang berada di pulau Lombok ini, pemerintah ingin menarik pelaku bisnis perhotelan bintang lima global, seperti Pullman, Paramount, dan Club Med. Di samping itu, ada pula sirkuit sepeda motor Grand Prix yang hampir selesai pembangunannya di lokasi.
Pernyataan bersama oleh seluruh panel spesialis PBB mengklaim bahwa masyarakat setempat telah menjadi korban intimidasi dan ancaman. Mereka bahkan “diusir secara paksa dari tanah mereka tanpa kompensasi”.
Reporter BBC Service Indonesia yang pergi ke Mandalika untuk melihat situasi di lapangan, melaporkan bahwa puluhan keluarga dengan ternaknya masih bertahan di Desa Kuta, sementara alat-alat berat untuk membangun sirkuit sepeda motor terlihat dari balik pohon kelapa. Kondisi ini diperumit dengan fakta bahwa tidak semua warga desa mempunyai dokumentasi kepemilikan tanah tempat mereka tinggal.
Dari beberapa ratus rumah tangga, sekitar 180 tidak mempunyai bukti kepemilikan dan maka dari itu, tak bisa menggugat penggusuran rumah mereka di pengadilan. Dan hanya menerima uang kompensasi saja tidaklah cukup bagi masyarakat.
“Punya atap, air, listrik, dan makan saja tidak cukup. Anda harus memiliki kemampuan untuk mencari nafkah. Jika tidak, komunitas ini akan berada dalam situasi putus asa. Banyak dari mereka bergantung pada desa lama mereka untuk mata pencarian mereka,” ujar Olivier De Schutter selaku pelapor khusus PBB untuk kemiskinan ekstrem dan hak asasi manusia, seperti dikutip dari BBC Indonesia.
Salah satu warga sana yang mengaku kepada BBC bahwa yang diterimanya itu (kompensasi) tidak cukup ialah Damar. Damar adalah mantan penduduk Kuta, yang mana tumbuh besar kurang dari 500 meter dari lokasi konstruksi sirkuit. Dan mempunyai area tanah seluas sekitar 3,3 hektar dengan bukti kepemilikan.
“Saya masih ingat pertemuan pertama pada 2019, mereka langsung bilang, Agustus, lahan harus dikosongkan. Jadi kami bingung, belum ada sosialisasi, belum ada musyawarah, dan belum ada kesepakatan dari kedua pihak. Kami mengambil uang kompensasi karena kami tidak punya pilihan lain,” ucapnya.