THE ASIAN POST, JAKARTA – World Economic Forum (WEF) mengeluarkan daftar peringkat negara paling kompetitif di dunia atau Global Competitiveness Report 2019. Laporan tersebut melakukan penilaian berdasarkan 12 indikator, yaitu institusi, infrastruktur, informasi dan teknologi, stabilitas makroekonomi, kesehatan, keahlian, produk, tenaga kerja, sistem keuangan, kapasitas pasar, serta dinamisasi bisnis dan kapasitas inovasi.
Mirisnya, posisi Indonesia turun sebanyak 5 peringkat dari tahun lalu ke posisi 50. Indonesia kalah dari Thailand dan Malaysia yang masing – masing menempati peringkat 40 dan 27.
Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, terdapat 2 faktor utama yang membuat peringkat Indonesia pada Global Competitiveness Report 2019 menurun, yakni regulasi perizinan investasi yang rumit dan beberapa institusi pemerintah yang masih belum terlalu ramah investasi.
“Itu lebih karena regulasi yang terlalu rumit dan institusi yang disusun pemerintah, terutama yang masih belum terlalu ramah investasi,” ujarnya di Jakarta, Rabu (9/10).
Hal ini otomatis membuat daya tarik investor untuk berinvestasi di Indonesia berkurang akibat regulasi yang rumit. Kondisi ini pun diperparah oleh adanya tawaran untuk menanamkan modal dari negara lain dengan jaminan regulasi dan ekosistem investasi yang nyaman dan aman.
“Saingan kita juga semakin agresif menawarkan kemudahan,” lanjutnya.
Indonesia mendapatkan skor 64.6, dengan ditopang kuat oleh kapasitas pasar dan stabilitas makroekonomi, yang masing – masing memperoleh skor 82,4 dan 90. WEF menilai, kelemahan Indonesia terletak pada kualitas akses terhadap teknologi yang masih relatif rendah, dan kapasitas inovasi yang juga masih terbatas, walaupun tingkat adopsi teknologi sudah tinggi. Sementara, untuk budaya bisnis, Indonesia cukup dinamis, dengan sistem keuangannya yang stabil.
Sementara itu, negara yang menempati peringkat satu ialah Singapura dengan skor 84.8, menggeser Amerika Serikat ke peringkat 2.
Dalam keterangannya, WEF menjelaskan bahwa perang dagang dan geopolitik akan memicu ketidakpastian dan menekan pertumbuhan sebagian besar ekonomi dunia. “Namun, beberapa pemain yang lebih baik tahun ini tampaknya mendapat manfaat dari perseteruan perdagangan melalui pengalihan perdagangan,” tulis WEF.