Hukuman Mati Diukur dari Keserakahan Koruptor

THE ASIAN POST, JAKARTA – Mahfud MD selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) menjelaskan bahwa hukuman mati yang nanti akan diterapkan untuk koruptor tergantung pada level nominal kerugian negara yang ditimbulkan.

Ia pun melihat bahwa selama ini ada pelaku koruptor yang melakukan tindakan korupsi karena serakah, dan ada juga yang melakukan itu karena terpaksa.

“Jadi ada besaran korupsinya seperti apa dulu? Diukur. Yang jelas yang by grade itu dengan jumlah tertentu. By grade itu artinya karena keserakahan ya. Karena ada korupsi orang juga terpaksa ya,” ujar Mahfud, di Jakarta, Kamis (12/12).

Ke depannya, pihak penegak hukum akan memiliki indikator jelas dalam menerapkan hukuman mati. Salah satunya dengan melihat terlebih dahulu tingkat kerugian negara sebelum memutuskan apakah seseorang layak dijatuhi hukuman mati atau tidak.

Indikator tersebut tercantum dalam ketentuan yang akan dimuat di Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Mahfud mengatakan pemerintah berencana melakukan itu.

“Kalau terbukti melakukan sekian bisa dilakukan hukuman mati gitu ya. Jadi ada besaran korupsinya seperti apa. Diukur gitu,” kata dia.

Sebenarnya pada UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, hukuman mati bagi koruptor sudah ditetapkan, walaupun implementasinya belum tegas. Hukuman mati dalam UU ini pun hanya ditujukan bagi koruptor dalam keadaan tertentu, seperti bencana alam dan kondisi negara dalam situasi krisis.

“Nah itu gak pernah diterapkan,” katanya.

Presiden Joko Widodo berencana untuk menerapkan hukuman mati bagi koruptor agar memberikan efek jera. Menurutnya, ini bisa diterapkan bila dikehendaki rakyat.

Ide ini pun juga disetujui oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin. “Hukuman mati itu memang dibolehkan. Walaupun ada yang keberatan, tapi banyak negara membolehkan. Agama juga membolehkan dalam kasus pidana yang memang sulit diatasi,” ujar Ma’ruf di kantor wakil presiden, Jakarta, Rabu (11/12).

Wapres setuju, bukan berarti semua setuju. Gagasan ini mendapat penolakan dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang menilai koruptor lebih baik dimiskinkan atau dipenjara seumur hidup daripada dihukum mati.

“Untuk hal yang menyangkut dengan kehidupan seorang manusia tersebut, kita harus hati-hati karena kita bukan pemegang kehidupan atas orang per orang. Kita harus merawat kehidupan itu,” ujar Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu (11/12).

Komnas HAM dan Amnesty International Indonesia juga menentang gagasan hukuman mati bagi koruptor di Indonesia.

“Hukuman mati itu kejam, tidak manusiawi. Selain itu juga tidak menimbulkan efek jera di berbagai negara,” ujar Direktur Eksekutif Amnesty Usman Hamid di gedung dakwah PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (10/12). (Steven)

hukuman matihukuman mati koruptorkorupsiMahfud MDPolitic
Comments (0)
Add Comment