THE ASIAN POST, JAKARTA – Hong Kong kini sudah benar – benar jatuh ke dalam resesi akibat demo yang terus – menerus terjadi selama hampir 5 bulan. Demontrasi yang semakin lama semakin brutal ini mematikan pertumbuhan ekonomi Hong Kong yang diprediksi tidak akan mencapai 0-1% tahun ini, seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris Keuangan Hong Kong Paul Chan dalam sebuah blog.
“Pukulan terhadap ekonomi kita sangat komprehensif,” ujarnya sebagaimana dikutip dari Reuters, Senin (28/10/2019).
Akhir pekan kemarin, pendemo pro demokrasi kembali rusuh dengan petugas kepolisian. Pendemo yang marah karena coba dibubarkan dengan gas air mata, water cannon, dan peluru karet, menyerang polisi dengan bom molotov. Mereka juga turut membakar toko-toko di pusat kota Hong Kong.
Sebelumnya, ekonomi Hong Kong diprediksi tumbuh 2-3% di 2019. Namun Agustus lalu, pertumbuhan dipangkas 0-1%. Hal ini juga diperkuat oleh prediksi para ekonom yang memprediksi pertumbuhan ekonomi Hong Kong tidak akan sampai 1%, seperti riset JP Morgan Chase & Co yang menyatakan pertumbuhan ekonomi Hong Kong hanya 0,3%.
“Saya tidak melihat adanya indikator yang kuat yang dapat mengubah situasi ini,” kata ekonom Asia Pictet Wealth Management Dong Chen.
“Skenario terbaik adalah, setelah ketidakpastian ini, mereka (pemerintah) muncul dengan rencana jangka panjang atau pengukuran untuk menyelesaikan masalah struktural,” tambahnya.
Pada Kamis lalu, Hong Kong mengumumkan pemberian stimulus sebesar HK$ 2 miliar (US$ 255 juta/Rp 3,5 triliun) untuk menahan perlambatan ekonomi Hong Kong. Sebelumnya di Agustus, Hong Kong juga menggelontorkan HK$ 19,1 miliar (US$ 2,4 miliar/Rp 33 triliun) untuk mendukung UMKM di kota tersebut.
Pemimpin Hong Kong Carrie Lam menyatakan bahwa dampak demonstrasi di Hong Kong kali ini lebih buruk daripada wabah SARS tahun 2003, dan membawa perekonomian Hong Kong lebih hancur daripada krisis keuangan 2008.