Jakarta—Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan tidak akan menyerah atas kekalahan Indonesia dalam kasus gugatan ekspor nikel yang dilayangkan Uni Eropa.
Sebagaimana diketahui, Indonesia dinyatakan terbukti melanggar ketentuan World Trade Organization (WTO) dalam perkara larangan ekspor dan kewajiban pengolahan pemurnian mineral di dalam negeri pada Oktober 2022.
Meski demikian, Jokowi menyebut pemerintah akan terus melakukan banding, meski kasus itu telah menemui keputusan final di World Trade Organization (WTO).
“Tapi saya sampaikan kepada Menteri Luar Negeri untuk jangan mundur karena inilah yang akan menjadi lompatan besar peradaban negara kita. Saya meyakini itu, terus kita banding. Kalau banding nanti kalah saya enggak tahu ada upaya apa lagi yang bisa kita lakukan,” ujarnya pada acara Peringatan HUT PDI Perjuangan ke-50 Tahun, Selasa (10/1/2023).
Tidak hanya nikel, kata Jokowi, strategi pemerintah untuk mempercepat hilirasi tidak akan berhenti sampai di situ. Pemerintah justru akan menyetop beberapa ekspor bahan mentah lainnya, yakni bauksit dan tembaga pada pertengahan tahun ini.
Ditutupnya keran ekspor ini merupakan langkah pemerintah itu untuk mengembangkan industri hilirisasi. Industri itu diyakini dapat menjadi sebuah ekosistem baterai dan mobil listrik sehingga memberikan nilai tambah hingga ratusan kali. Namun, tentu kebijakan itu akan membuat negara-negara di Uni Eropa semakin meradang.
“Meski kita ditakut-takuti masalah nikel dan kalah di WTO, kita juga tetap terus. Justru kita tambah setop bauksit. Nanti mungkin pertengahan tahun lagi kita setop tembaga. Kita harus berani seperti itu, kita tidak boleh mundur, tidak boleh takut karena kekayaan alam itu ada di Indonesia. Ini kedaulatan kita, dan kita ingin itu dinikmati oleh masyarakat kita,” tegasnya.
Menurut Presiden, gugatan negara-negara maju Uni Eropa tersebut tidak lain untuk menekan Indonesia agar mengikuti ‘aturan main’ mereka. Padahal, kata Jokowi, prinsip kerja sama dalam hal perdagangan seharusnya bisa ‘sederajat’ dan saling menguntungkan.
“Kalau kita ekspor bahan mentah sampai kiamat kita hanya akan menjadi negara berkembang. Kita semua ingat, Bung Karno pada 1965 menyampaikan, menolak ketergantungan pada imperialisme, memperluas kerja sama yang sederajat dan saling menguntungkan. Bung Karno pada 1965 sudah menyampaikan itu supaya kita tidak bisa didikte dan tidak menggantungkan diri kepada negara manapun. Inilah yang ingin kita lakukan, berdikari,” pungkasnya.
Sejak ditutupnya keran ekspor nikel pada tiga tahun lalu, hilirisasi nikel sudah memberikan hasil yang memuaskan. Jokowi mengungkapkan, jika sebelumnya nilai ekspor bahan mentah nikel hanya sekitar Rp17 triliun per tahun, setelah dihilirisasi angka itu melonjak hingga Rp360 triliun per tahun.
Hal yang sama diprediksi juga akan terjadi pada bauksit jika kebijakan serupa turut dijalankan. Menurut Jokowi, Indonesia berpeluang meningkatkan pendapatan dari produk hilirisasi bauksit hingga menjadi Rp60-70 triliun per tahun, dari yang sebelumnya hanya Rp20 triliun per tahun.
“Ini baru nikel. Bauksit kemarin sudah kita umumkan di bulan Desember, dimulai Juni 2023 dan akan kita industrialisasikan dan hilirisasikan di dalam negeri. Saya enggak tahu lompatannya, tetapi perkiraan kita nanti dari Rp20 triliun menjadi Rp60-70 triliun,” ungkapnya.
Diketahui, pemerintah secara agresif terus mendorong hilirisasi terhadap bahan mentah. Produk turunan dari proses hilirisasi tersebut diyakini dapat saling terintegrasi dan memproduksi barang jadi dan setengah jadi. Jika berhasil, produk hilirisasi itu akan membentuk ekosistem, bahkan menjadi industri berskala besar.
“Semuanya harus terintegrasi, sehingga kita harapkan nantinya akan menjadi sebuah ekosistem bagi kendaraan listrik yang ke depan memberikan sebuah masa depan yang cerah karena seluruh pasar negara-negara membutuhkan mobil listrik ini. Tetapi tentu saja tahapannya masuk ke baterai listrik terlebih dahulu,” kata Jokowi. (*)
Writer: Ranu Arasyki