Gedung Parlemen AS Diserbu Pro-Trump dan Rusaknya Demokrasi Dunia

Jakarta-Ketika gedung parlemen AS diserbu oleh para pendukung Trump yang ngamuk pada Rabu, 6 Januari 2021, banyak pihak beranggapan bahwa hal ini akan menjadi tanda mulai rusaknya sistem demokrasi. Amerika Serikat yang adalah jantung dan sekaligus pelindung demokrasi dunia dicederai citranya melalui demonstrasi rusuh nan mencekam yang terjadi saat itu. Kejadian tersebut pada akhirnya dapat mengantarkan kita pada sebuah kesimpulan: Bila peristiwa seperti itu dapat terjadi di AS, maka peristiwa serupa juga dapat terjadi di negara demokrasi lainnya.

“Kita saat ini menyaksikan sebuah serangan terhadap dasar struktur dan institusi demokrasi,” ujar Peter Beyer, selaku koordinator pemerintah Jerman untuk urusan lintas Atlantik. Ia menambahkan bahwa ini bukan hanya persoalan nasional Amerika Serikat, namun juga persoalan dunia, khususnya sistem demokrasi di dunia. Para pemimpin dunia pun saling berkomentar mengenai peristiwa ini. Mulai dari para pemimpin dunia dari negara-negara barat hingga para petinggi dari negara-negara dengan sistem otoriter, semua memberikan pendapatnya mengenai peristiwa upaya masuk secara paksa ke gedung parlemen saat rapat pemutusan kemenangan pilpres AS yang dilakukan oleh pendukung Trump tersebut.

“Peristiwa ini membuat saya marah dan sedih,” ucap Angela Merkel, kanselir Jerman, Kamis, 7 Januari 2021. “Saya sungguh menyesali Presiden Trump yang tidak mengakui kekalahannya sejak November lalu, dan begitu juga hingga kemarin,” tambahnya.

Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, mengutuk kekerasan yang terjadi di peristiwa tersebut, dan menyebut bahwa peristiwa tersebut “sangat mengganggu”. Sementara Perdana Menteri New Zealand, Jacinda Ardern, menyampaikan bahwa dirinya dan masyarakat New Zealand lainnya merasa “hancur” dengan adanya peristiwa demonstrasi rusuh di gedung parlemen AS tersebut. Ia menjelaskan bahwa sudah menjadi hak warga negara untuk memberikan suaranya, mendapati suaranya didengar oleh para petinggi negara, dan mengizinkan proses itu berlangsung secara damai adalah suatu keharusan yang tak bisa diganggu gugat oleh pihak manapun.

Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, ikut memberikan komentarnya di media sosial Twitter mengenai kejadian demonstrasi yang berujung rusuh di gedung parlemen AS tersebut dengan menyatakan bahwa hasil dari pemilihan demokrasi ini harus dihormati. Bahkan beberapa pendukung vokal Presiden Trump memisahkan diri mereka dari kerusuhan di gedung parlemen tersebut.

“Kekerasan bukanlah solusinya”, ujar Matteo Salvini, pemimpin Partai Liga Nasionalis di Itali. Sementara Perdana Menteri India Narendra Modi, berharap akan adanya proses peralihan kekuasaan yang tertib dan damai di AS nanti. Serangan yang terjadi terhadap gedung parlemen AS ini juga mendapat tanggapan dari beberapa petinggi negara-negara dengan sistem otoritarian.

Di Rusia, peristiwa kerusuhan di gedung parlemen AS ini ditayangkan di stasiun televisi pemerintah Rusia dengan membaginya ke dalam dua sisi dalam satu layar televisi. Satu sisi menampilkan festival perayaan natal gereja Ortodoks di Rusia, sementara satu sisinya lagi menampilkan bentrokan di gedung parlemen AS. Lalu, stasiun televisi pemerintah Iran menayangkan menit demi menit update, menekankan peran Presiden Trump dalam menghasut kerusuhan di gedung parlemen.

“Anda masih ingat saat demo besar di Hong Kong tahun lalu, apa frasa yang para pejabat, anggota kongres, dan beberapa media barat gunakan untuk menggambarkan kondisi Hong Kong kala itu?”, ujar Hua Chunying, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, di Beijing, Kamis, 7 Januari 2021. “Apa frasa yang mereka gunakan untuk Amerika Serikat sekarang?” tambahnya.

 

Sumber: New York Times / Katrin Bennhold, Steven Lee Myers

Donald Trumpgedung parlemen ASInternationalkerusuhan gedung parlemen AS
Comments (0)
Add Comment