Jakarta– Pemerintah Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan serius dalam implementasi otonomi daerah dengan munculnya resentralisasi yang terjadi belakangan ini.
Resentralisasi telah membuat pemerintah daerah semakin berkurang kewenangannya dalam mengelola sumber daya alam dan keuangan daerah.
Hal ini mengemuka dalam sharing session di acara “Reuni Akbar Jurnalis Alumni Merdeka dan Rakyat Merdeka” yang berlangsung di Hotel Ambhara, Blok M, Jakarta Selatan, Minggu, 22 Juni 2025.
Hadir sebagai narasumber antara lain pengamat politik dari Universitas Nasional (Unas) Dr. Selamat Ginting, pengamat komunikasi politik dari Universitas Tirtayasa (Untirta) Dr. Yoki Yusanto, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Herik Kurniawan, dan Direktur GREAT Institute Dr. Teguh Santosa.
Keempat narasumber tersebut adalah mantan jurnalis dari Harian Merdeka dan Rakyat Merdeka.
PAD Menyusut dan Huru-hara di Daerah
Menurut Selamat Ginting, Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi salah satu pemicu semakin mengerdilkan peran daerah dalam mengelola dan mengatur daerahnya.
“Kedua undang-undang ini memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah pusat, sehingga batasan kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi kabur,” ujar Selamat Ginting.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pendapatan asli daerah (PAD) semakin mengecil setelah Undang-Undang No 23 Tahun 2014 dan Undang-Undang Cipta Kerja diberlakukan.
Pada tahun 2022, PAD hanya mencapai 30% dari total pendapatan daerah, sedangkan pada tahun 2014, angka tersebut masih mencapai 40%.
“Huru-hara kasus penambangan nikel di Raja Ampat dan polemik empat pulau di Aceh adalah bukti nyata resentralisasi yang terjadi hari ini,” tutur Selamat.
Resentralisasi, kata Selamat, dapat berpotensi memunculkan kelompok kepentingan di sekitar pengambil keputusan pusat, serta meningkatkan potensi penyalahgunaan wewenang atau praktik oligarki.
Daerah Maju Indonesia Auto-Maju
Yoki Yusanto menambahlan, semakin mengecilnya kewenangan daerah menunjukkan gejala resentralisasi, di mana peran pemerintah pusat semakin mendominasi seperti di masa Orde Baru.
“Hal ini menyebabkan pemerintah daerah semakin sulit untuk mengelola sumber daya alam dan keuangan daerah dengan efektif,” ujar Yoki Yusanto.
Padahal, kata dia, jika daerah diberi kewenangan lebih besar, peluang untuk memajukan daerahnya otomatis akan semakin besar pula.
“Jika daerah maju, maka Indonesia akan maju juga. Kemajuan daerah akan berdampak positif pada perekonomian nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” tandasnya.
Oleh karena itu, lanjut dia, penting bagi pemerintah pusat untuk memberikan kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengelola sendiri urusan pemerintahan.
Raja Kecil dan Visi Indonesia Emas 2045
Teguh Santosa menambahkan, peran daerah yang lebih besar akan semakin membuka peluang daerah untuk berkontribusi dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045.
“Dengan pemerintahan yang lebih desentralisasi, daerah akan dapat mengelola sendiri sumber daya alam dan keuangan daerah. Sehingga, meningkatkan kemandirian dan kemajuan daerah,” ujar Teguh.
Namun, lanjut Teguh, jangan sampai peran besar yang diberikan kepada daerah justru menciptakan “raja-raja” kecil yang berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) untuk memperkaya diri.
“Di sinilah pentingnya pengawasan dari semua pihak agar pengelolaan sumber daya alam dan keuangan daerah lebih transparan dan akuntable,” sarannya.
Terkait pengawasan publik, kata Herik Kurniawan, media bisa turut berpartisipasi aktif sebagai alat kontrol kekuasaan, baik di pemerintah pusat maupun daerah.
“Media massa adalah salah satu pilar demokrasi yang memungkinkan berjalannya roda pemerintahan secara transparan, governance, dan bertanggung jawab,” ujarnya.
Dihadiri Tokoh Pers
Pada acara Reuni Akbar Jurnalis alumni Harian “Merdeka” dan “Rakyat Merdeka” hadir sekitar 100 jurnalis alumni kedua koran politik nasional tersebut.
Hadir memberikan keynote speech, Dahlan Iskan, mantan petinggi Harian “Jawa Pos” yang juga mantan Menteri BUMN.
Selain Dahlan, hadir juga beberapa petinggi dan praktisi pers yang merupakan alumni Merdeka dan Rakyat Merdeka.
Mereka antara lain Herik Kurniawan (Pemimpin Redaksi GlobalTV yang juga Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia/IJTI), Dr. Teguh Santosa (pendiri RMOL.ID yang juga mantan Ketua PWI Bidang Luar Negeri dan Ketua Umum JMSI), Syukri Rahmatullah (Pemimpin Redaksi Beritasatu.com), dan Umi Kalsum (Wakil Pemimpin Redaksi IDN Times).
Sementara itu, menurut Ketua Panitia Reuni, Mulia Siregar, acara Reuni Akbar Jurnalis Alumni Merdeka dan Rakyat Merdeka terselenggara berkat dukungan para donatur dan sponsor, antara lain PLN, Telkom, Taspen, Sinarmas Land, dan Mind ID. (DW)