Fenomena Menyedihkan, Religius Tapi Korupsi

Oleh, Dodi Widjajanto, Complience and Risk Management Director KB Bank

SANGAT menarik membaca tulisan berjudul “Mayoritas Masyarakat Religius, Mengapa Oh Mengapa Masih Korupsi Juga” yang ditulis A. Mikail Mo di The Asian Post. Ada fenomena dan fakta menyedihkan tentang masyarakat yang religius, tapi budaya korupsinya berkembang.

Fakta itu menyangkal hipotesis yang diakui secara umum bahwa orang yang paham agama dan religius akan terhindar dari perbuatan tak terpuji seperti korupsi, punya sifat serakah, dan tidak mau mengambil hak orang lain. Setidaknya itu yang berlaku terutama di Indonesia dan dipertontonkan kepada masyarakat.

Katakanlah, ada suatu daerah yang religius, tapi ironisnya daerah tersebut jadi salah satu kantong kriminalitas di Indonesia. Saya merasa penasaran seraya bertanya mengapa sampai demikian?

Karena banyak orang menjalankan ibadah keagamaan tak lebih dari aktivitas ritual semata. Yang dikejar adalah kepentingan dunia dan penuh keinginan untuk hidup mewah, terpandang, dan bisa dihargai orang lain. Alhasil, ajaran agama seperti soal kejujuran pun tidak diamalkan. Korupsi adalah buah langsung dari ketidakjujuran seseorang atau suatu organisasi dalam mengemban amanah jabatan kekuasaan untuk memperoleh keuntungan yang haram atau penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi seseorang.

Menariknya, di negara-negara Eropa dan Skandinavia dimana banyak orang menganut ajarah sekulerisme, bahkan atheis yang dianggap tidak mengenal agama justru orang-orangnya penuh dengan kesalehan sosial, disiplin, menjaga kebersihan dan hak orang lain, serta enggan melakukan perbuatan korupsi. Mereka tidak menjalankan ibadah keagamaan, tapi melaksanakan betul nilai-nilai yang diajarkan agama selain didukung oleh sistem nilai dan hukum yang dijalankan secara tegas.

Kesimpulannya, untuk membuat tatanan kehidupan yang baik dan teratur, agama saja tidak cukup. Tapi harus ada hukum normatif yang kuat, budaya yang baik, suri tauladan dari para tokoh maupun pemimpin, serta adanya sistem nilai masyarakat yang dibangun secara baik. Menurut hemat saya, ada beberapa hal yang bisa mencegah orang untuk tidak melakukan korupsi di Indonesia.

Satu, perlu adanya undang-undang (UU) Perampasan Aset dengan pembuktian terbalik jika hartanya tidak bisa dibuktikan secara wajar dan halal maka dirampas oleh negara.

Dua, perlu adanya UU Pajak Warisan yang besar sehingga seseorang tidak perlu menumpuk kekayaan yang sebanyak-banyaknya untuk diwariskan ke anak cucunya, karena harta yang banyak pun akan habis dimakan oleh pajak pemerintah.

Tiga, merubah mindset dan persepsi masyarakat bahwa orang yang terhormat adalah orang yang memiliki kejujuran, integritas, berilmu, martabat, kepandaian, dan harga diri, yang mana hal tersebut bisa dijadikan role model khususnya pejabat publik yang digaji oleh negara. Harus dikembangkan paradigma baru bahwa orang yang patut dihormati adalah bukan mereka yang memiliki harta melimpah, tapi mereka yang memiliki kontribusi bagi masyarakat atau negara.

Agama dengan sangat jelas mengajarkan kesantunan, kejujuran, dan cinta kasih sesama. Itulah out put yang diharapkan lahir dari sederet ritual religi seperti puasa, shalat, baca Al-quran, pergi kebaktian, misa, atau datang ke pura. Dengan memahami esensi ajarannya, ketika seseorang menjalani ritual keagamaan, saat bersamaan pula seharusnya tidak mau mengkorupsi uang negara atau perusahaan, mau menyantuni fakir miskin dan memberi makan anak-anak terlantar, serta hidup bersih dan bebas dari rasa benci kepada siapapun.

korupsikorupsi di Indonesiareligius
Comments (0)
Add Comment