ELIA Massa Manik adalah nama yang tidak asing di dunia korporasi Indonesia.
Rekam jejaknya sebagai dokter spesialis perusahaan sakit. Dari delapan sektor industri yang pernah ditanganinya, lima di antaranya dia berhasil melakukan turnaround, seperti saat dia memimpin penyelamatan Elnusa yang setengah karam pada 2011 dan PTPN 3 yang dilanda krisis keuangan pada 2016.
Dia terbiasa bertindak tegas dan tidak mentolerir pelanggaran integritas. Kepada pemegang saham pun dia berani bilang “tidak”.
Demi apa yang ingin dicapai dicapai sebagai pemimpin bisnis yang berorientasi kepada hasil.
Ada tiga prinsip kepemimpinannya yang terkenal: knowledge, speed, dan gut.
Maka karena prinsipnya dalam memimpin, dia berani berlawanan dengan Kementerian BUMN saat menjadi Direktur Utama Pertamina pada 2017 hingga akhirnya dicopot setelah 13 bulan memimpin.
Lalu apa kabarnya Elia Massa Manik selepas dari Pertamina hingga sekarang?Dalam obrolan santai dengan The Asian Post pada 16 Oktober 2023, Massa Manik mengaku banyak yang menawarinya sebagai CEO tapi dirinya menolak.
“Kalau suruh jadi CEO lagi nggak mau lah, capek aku jadi CEO terus. Tapi kalau bantu-bantu ya boleh karena tidak terikat,” ujar pria yang bukan berlatar bankir tapi pernah sukses menghidupkan kredit macet Rp16 triliun di BNI pada 2015.
Massa Manik mengaku telah membangun Miota Indonesia, sebuah perusahaan berbasis IoT pertama di Indonesia yang mengandalkan talent-talent lokal yang berbakat.
Sebagai provider end to end IoT, Miota berupaya menangkap peluang pasar dengan menciptakan produk teknologi yang berestetika dan telah mengakuisisi DTech Engineer.
“Kehadiran Dtech Engineering dalam keluarga Miota merupakan langkah strategis memetakan riset produk teknologi yang berkualitas,” ujar alumni Asian Institute of Managemen Filipina ini.
Sedangkan diskusi soal bagaimana membereskan perusahaan sakit yang menjadi keahliannya, Massa Manik mengatakan itu harus dimulai dari hati yang tulus untuk melakukan pembenahan dan tidak kepentingan pribadi.
“Harus memiliki niat yang tulus, komitmen yang kuat, berani mengambil keputusan dengan cepat, dan tidak bisa cuma duduk di belakang meja dengan memerintah sana sini,” imbuh mantan Wakil Direktur Utama Jababeka Tbk ini.
Menurutnya, perusahaan krisis yang sampai membutuhkan turnaround seperti dilakukannya di Elnusa atau PTPN, butuh perubahan total dan direksi harus siap bekerja di luar kebiasaan dan rela berkorban karena harus efisiensi hingga melakukan pekerjaan-pekerjaan di luar domainnya atau melakukan efisiensi.
Dan pemimpin yang menangani krisis tidak perlu takut tidak dihormati karena melakukan pekerjaan tersebut.
“Karena pemimpin itu dihormati bukan karena jabatan, tapi karena apa yang dikatakan dan lakukan,” ujarnya. (*) Karnoto Mohamad