Sorotan:
- OJK memperingatkan Generasi Z menghadapi ancaman doom spending di tengah meluasnya akses keuangan digital
- Inklusi keuangan anak muda meningkat cepat, namun rendahnya literasi membuat risiko pinjol ilegal kian terbuka
- Kesenjangan literasi dan inklusi keuangan dinilai OJK berpotensi melemahkan ketahanan finansial generasi muda
Jakarta– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan literasi keuangan menjadi faktor krusial dalam melindungi generasi muda dari risiko keuangan di tengah masifnya penggunaan layanan keuangan digital.
Tingginya inklusi keuangan dinilai belum sepenuhnya diimbangi dengan kemampuan pengambilan keputusan finansial yang memadai.
M. Ismail Riyadi Kepala Departemen Literasi Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK mengatakan Generasi Z saat ini mendominasi struktur penduduk Indonesia.
Namun, sebagian besar masih berada pada fase pendidikan dan awal memasuki dunia kerja dengan tingkat kerentanan finansial yang relatif tinggi.
“Generasi muda saat ini memiliki akses ke layanan keuangan yang sangat luas, terutama digital. Tantangannya bukan lagi soal akses, tetapi bagaimana kemampuan mereka dalam mengambil keputusan keuangan yang tepat dan bertanggung jawab,” ujar Ismail.
Hal itu ia sampaikan dalam kegiatan “Level Up Your Future: Tips Sukses Masuk Dunia Kerja dan Mandiri Finansial” yang diselenggarakan oleh Infobank Financial Society (IFS) di Universitas Bina Nusantara (Binus) Jakarta, Rabu (17/12).
Data Badan Pusat Statistik 2023 menunjukkan Generasi Z menjadi kelompok usia terbesar di Indonesia. Sekitar empat dari lima Gen Z telah menggunakan layanan keuangan digital.
Namun, pola perilaku keuangan kelompok ini menunjukkan paradoks. Di satu sisi, 74 persen Gen Z telah memiliki dana darurat dan 37 persen mulai berinvestasi.
Di sisi lain, tekanan sosial dan gaya hidup mendorong perilaku konsumtif, termasuk fenomena doom spending dan penggunaan pinjaman online untuk kebutuhan nonproduktif.
“Kemudahan akses pinjaman sering kali menjadi pertimbangan utama dibandingkan aspek legalitas, izin OJK, maupun tingkat bunga. Inilah yang perlu terus kita perbaiki melalui edukasi keuangan yang konsisten,” kata Ismail.
OJK menilai lemahnya literasi keuangan berdampak langsung terhadap kualitas hidup. Faktor ekonomi tercatat sebagai salah satu penyebab utama masalah rumah tangga di Indonesia.
Sementara, berbagai riset menunjukkan individu dengan literasi keuangan yang lebih baik memiliki tingkat stres finansial yang lebih rendah.
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 mencatat, indeks literasi keuangan nasional masih 66,46 persen. Tingkat literasi ini masih tertinggal dari indeks inklusi keuangan yang mencapai 80,51 persen.
Kesenjangan ini menunjukkan adanya risiko dalam pemanfaatan layanan keuangan. Khususnya di kalangan pelajar dan mahasiswa yang tingkat literasinya masih berada di bawah rata-rata nasional.
OJK juga mendorong penguatan pemahaman mengenai financial health atau kesehatan keuangan sebagai pendekatan jangka panjang.
Konsep ini menekankan kemampuan individu memenuhi kebutuhan dasar, menghadapi guncangan finansial, merencanakan masa depan, serta memiliki rasa percaya diri dalam mengelola keuangannya.
“Financial health bukan hanya soal punya uang, tetapi tentang kemampuan mengelola keuangan secara berkelanjutan dan merasa aman secara finansial,” terang Ismail.
Edukasi Menyeluruh
Untuk menutup kesenjangan tersebut, OJK memperkuat Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN). Implementasi GENCARKAN bagi pelajar telah mencakup lebih dari 11.000 kegiatan edukasi dengan menjangkau lebih dari 1,5 juta pelajar di 445 kabupaten dan kota.
OJK juga mengembangkan infrastruktur literasi melalui Learning Management System Edukasi Keuangan (LMSKU), penyusunan buku edukasi keuangan lintas jenjang, serta program OJK Penggerak Duta Literasi Keuangan Indonesia (OJK PEDULI) yang memanfaatkan efek pengganda melalui peran duta literasi di masyarakat.
Sementara, di tingkat daerah, pembentukan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) telah mencapai 100 persen di seluruh provinsi dan kabupaten/kota.
Berbagai program inklusi keuangan lainnya, seperti Bulan Inklusi Keuangan, Hari Indonesia Menabung, Satu Rekening Satu Pelajar (KEJAR), serta Simpanan Mahasiswa dan Pemuda (SiMuda), terus diperkuat untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam sistem keuangan formal.
Berantas Praktik Keuangan Ilegal
Di sisi perlindungan konsumen, OJK melalui Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) dan Indonesia Anti-Scam Center (IASC) secara aktif menekan praktik keuangan ilegal.
Hingga Januari–November 2025, Satgas PASTI menemukan dan menghentikan lebih dari 2.200 entitas pinjaman online ilegal serta ratusan penawaran investasi ilegal.
Ribuan situs, aplikasi, rekening, dan nomor telepon terkait aktivitas ilegal telah diblokir guna melindungi masyarakat dari potensi kerugian.
Menutup paparannya, Ismail Riyadi menekankan bahwa isu kesehatan keuangan perlu ditempatkan sebagai agenda prioritas nasional. Literasi keuangan tidak hanya menjadi tanggung jawab regulator, tetapi juga membutuhkan peran aktif sektor swasta, lembaga pendidikan, dan masyarakat luas.
Dengan literasi yang kuat dan ekosistem keuangan yang sehat, generasi muda diharapkan mampu membangun masa depan yang lebih mandiri, tangguh, dan sejahtera. (*) Ranu Arasyki Lubis