Saat ini, tren pembangunan berkelanjutan sedang marak-maraknya. Pemerintah dan pelaku sektor swasta dari berbagai negara bahu membahu bekerja sama untuk saling bantu menciptakan ekosistem pembangunan berkelanjutan yang semakin kuat.
Jakarta – Tren pembangunan berkelanjutan yang ada saat ini juga diiringi dengan tren gerakan net-zero carbon atau net-zero emissions. Pakta Iklim Glasgow yang dibuahkan dari hasil perundingan ketat saat Konfererensi Iklim ke-26 (COP26) di Inggris November kemarin mendorong negara-negara dan pelaku pasar semakin meningkatkan komitmen dengan menghentikan pembangkit listrik energi batu bara secara bertahap, terus menjaga suhu bumi tidak naik 1,5 Celsius, dan mempercepat mitigasi krisis iklim dengan meninjau komitmen penurunan emisi 2030 dalam nationally determined contribution (NDC) tiap negara pada 2022.
Korporasi atau sektor bisnis pun ikut berpartisipasi aktif dalam upaya mencapai net-zero carbon dan pembangunan berkelanjutan. Namun, diperlukan komitmen ekstra untuk mencapai target tersebut.
Salah satu perusahaan yang memiliki komitmen ekstra tersebut ialah Standard Chartered. Korporasi bank multinasional asal Inggris ini memiliki landasan filosofi yang kuat terkait pembangunan berkelanjutan.
Standard Chartered yang sudah beroperasi di Indonesia satu setengah abad lebih ini memiliki misi untuk menggerakkan ekonomi, dan menciptakan kemakmuran melalui keberagamannya yang unik. Komitmen Standard Chartered terhadap upaya mitigasi perubahan iklim pun bukan hal yang baru. Standard Chartered merupakan salah satu bank pertama yang memasukkan pertimbangan ekonomi, sosial dan lingkungan (ESG) dalam kerangka manajemen risikonya sejak 1997, yang mana prinsip tersebut kini sudah menjadi norma di berbagai industri.
Tidak hanya itu, di Oktober 2021, Bank mengumumkan target baru yang ambisius untuk mencapai emisi karbon nol bersih dari aktivitas yang dibiayai pada tahun 2050, termasuk target sementara 2030 untuk sektor yang paling intensif karbon. Pendekatan Standard Chartered tersebut didasarkan pada data terbaik yang tersedia saat ini dan sejalan dengan skenario Net Zero Emissions by 2050 (NZE) dari Badan Energi Internasional.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan target NDC penurunan emisi karbon hingga 29 persen secara nasional dari seluruh sektor. Untuk mencapai target itu, kebutuhan pembiayaan mencapai US$365 miliar. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan pun mengaku bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tidak akan cukup untuk mencapai target net-zero carbon, oleh karena itu investasi dari sektor swasta, baik dari dalam maupun luar negeri akan sangat penting.
Menyadari pentingnya peran perbankan dan pembiayaan dari sektor swasta, Standard Chartered telah berkomitmen untuk menggerakkan pembiayaan sebesar US$300 miliar dalam bidang keuangan berkelanjutan dan transisi ke karbon nol bersih, pada 2030.
Dukungan Standard Chartered terhadap upaya Indonesia bertransisi ke keuangan yang berkelanjutan pun terlihat nyata. Di 2021, Standard Chartered ikut ambil bagian sebagai Joint Green Structuring Advisor dalam penerbitan sukuk hijau senilai US$750 juta dari pemerintah Republik Indonesia.
Dan yang tak kalah penting, bank ini adalah mitra pembiayaan bagi proyek pembangkit listrik tenaga Surya (PLTS) terapung di waduk Cirata, Jawa Barat, yang akan menjadi PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara. Setelah rampung, PLTS ini akan menyediakan listrik yang cukup untuk menyalakan 50.000 rumah, dan akan mengimbangi 214.000 ton emisi karbon dioksida, sehingga sejalan dengan Program Percepatan Infrastruktur Kelistrikan pemerintah uang menargetkan 23% bauran energi dari energi terbarukan di 2025.
Tidaklah mengherankan bila Standard Chartered dinobatkan sebagai “the World’s Best Bank in Sustainable Finance” dari Global Finance pada 2019 yang menilai bahwa Standard Chartered unggul dalam hal pinjaman “hijau”, berkat cakupan produk, jangkauan geografis, dan luas industri yang dijangkaunya.
Peran khalayak publik dalam berkontribusi untuk mendukung keuangan berkelanjutan pun tidak luput dari perhatian Standard Chartered. Sebagai contohnya, Standard Chartered telah merilis produk ‘deposito berkelanjutan’ pertama di dunia sejak tahun 2019. Produk deposito yang telah tersedia di Tanah Air sejak 2021 ini adalah program deposito pertama yang mendukung ekosistem pembangunan berkelanjutan.
Produk deposito yang dapat diakses oleh publik tersebut juga menambah jajaran produk-produk investasi yang berpedoman pada prinsip keberlanjutan yang sudah ditawarkan Standard Chartered, seperti Reksa Dana Indeks BNP Paribas SRI Kehati, yang 0.2% dari nilai aktiva bersi/NAB-nya ini akan didonasikan ke Yayasan KEHATI untuk membantu ketahanan pangan di kepulauan Flores melalui pembiayaan budidaya sorgum, dan Reksa Dana Batavia Global ESG Sharia Equity USD, yang merupakan produk reksa dana offshore (luar negeri) pertama Bank yang dikelola aktif sesuai dengan prinsip-prinsip ESG.
Keseluruhan konsep filosofi dan aksi keberlanjutan Standard Chartered menunjukkan bagaimana bank ini memiliki komitmen sangat kuat untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan bagi masa depan. Bank yang bervisi untuk menjadi bank paling berkelanjutan dan bertanggung jawab di dunia ini akan terus menggulirkan program, produk dan aksi nyata untuk berkontribusi pada upaya melawan perubahan iklim, sebagai wujud nyata dari janji “Here for good”, untuk hadir membawa kebaikan.