Jakarta— Maraknya kasus gagal bayar yang dialami sejumlah perusahaan asuransi dan dana pensiun kian mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Setelah acap kali tesandung kasus karena masalah kesehatan dan ‘bobroknya’ tata kelola di badan perusahaan, citra kedua industri ini semakin memburuk.
Misalnya saja, persoalan yang terjadi pada PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life/WAL). Semua nasabahnya sudah menjerit karena terhambatnya proses likuidasi. Instansi yang bersinggungan dengan perusahaan ini dituding saling lempar tanggung jawab tentang server data nasabah.
Belum lagi kasus PT Asuransi Jiwa Kresna atau Kresna Life yang izinnya dicabut OJK lantaran kesehatan perusahaan sudah anjlok sejak lama. Hal seperti ini, tak hanya menimpa swasta, pun terjadi di industri dana pensiun milik BUMN.
Chairman Infobank Media Group Eko B. Supriyanto mengatakan, agar kasus serupa tidak terjadi lagi, pengawasan dan implementasi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) di industri asuransi maupun dana pensiun mesti diperkuat.
Sebagai bagian dari media keuangan terbesar di Indonesia, pihaknya akan mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mewajibkan GCG kepada pelaku usaha.
“Kami Infobank Media Group medorong untuk meng-governance kan industri asuransi karena problem terbesar industri asuransi adalah governance,” ujarnya di ajang Penghargaan IKNB Awards 2023 yang diselenggarakan Infobank di Jakarta, Kamis (27/7/2023).
Ia mengutarakan, jika persoalan kesehatan di kedua industri ini tidak segera ditangani, maka kepercayaan masyarakat terhadap asuransi maupun dana pensiun akan berakhir.
“Kita bisa bayangkan orang nangis-nangis karena mengejar-ngejar uang pensiunnya sendiri di Kresna Life. Sudah lama ini persoalan, bagaimana Wanaartha? Ini kan menimbulkan citra buruk bagi industi. Mari kita semua mengangkat dan meningkatkan asuransi yang lebih kredibel,” jelasnya.
Menurut Eko, pailitnya suatu perusahaan bukan hanya disebabkan karena kesalahan kalkulasi bisnis, melainkan pelaku usaha mengenyampingkan tata kelola yang baik.
Berangkat dari itu, lanjutnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki PR yang berat untuk memberikan perhatian khusus kepada dua industri ini.
“Bank sudah selesai GCG-nya 2003, sudah diberesin, multifinance juga, sekarang insurance. Habis itu dana pensiun. Jadi sebenarnya tugas paling berat itu di IKNB, bukan perbankan. Karena perbankan sudah selesai, sudah kayak remote control. Di masa Covid-19 untungnya jumbo, bank bank saling pamer keuntungan besar. Persoalan asuransi terletak pada tata kelola yang perlu diberesin. Jangan sampai nanti begitu ada penjaminan polis, LPS menjadi semacam kuburan massal bagi asuransi,” tegasnya. (*) RAL