Jakarta — Film-film yang diproduksi dengan apik mampu menyampaikan pesan-pesan kemanusiaan secara mendalam. Konten-konten film yang diangkat dari realitas-sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat, pun mampu disampaikan dengan bahasa-sastra yang baik.
Inilah yang mengundang penonton berdecak kagum penonton saat menyaksikan film Iran dalam Pekan Budaya Iran yang merupakan rangkaian peringatan 75 tahun hubungan diplomatik Iran – Indonesia di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indoensia (FIB UI) Jakarta, Jumat, 21 Februari 2025. Selain pemutaran film, juga digelar diskusi ”Film dan Masa Depan Diplomasi Kebudayaan Iran-Indoensia.”
Menurut Direktur Jenderal Diplomasi, Promosi, dan Kerja Sama Kebudayaan RI, Endah T.D. Retnoastuti, karya-karya besar dari sineas Iran, mengajarkan kepada dunia, bahwa kebudayaan tidak bisa dikatakan kecil pengaruhnya dalam membangun kepedulian-sosial. Sehingga menembus batas-batas entitas kelompok sosial manapun.
Dari banyak film-film Iran yang jumlahnya tidak kurang 700 film per tahunnya, film-film asal Persia itu syarat dengan nilai-nilai kemanusiaan universal. Misalnya tentang cinta, perjuangan, harapan, dan identitas manusia-sejati. “Maka, tak bisa dipungkiri bahwa kekuatan film, dalam konteks hubungan Indonesia-Iran, menjadi sesuatu yang penting, bagai sebuah ‘jembatan’, untuk membangun dan memperkuat ikatan-persaudaraan antara Indonesia dan Iran,” ujar Endah.
Keunggulan lain dari film-film Iran, juga dikatakan Prof. Muhammad Luthfi Zuhdi, Guru Besar Sastra UI. Menurut Zuhdi, Iran adalah bangsa yang memiliki sumber-sumber pemikiran keagamaan yang kuat, yang tumbuh dan berkembang sejak lama. Bahkan, pengaruhnya masih terasa kuat hingga saat ini.
“Tradisi pemikian keagamaan di Iran terus hidup, bahkan dinamis. Resonansinya terasa sampai ke Indonesia,” katanya.
Hal ini, lanjutnya, tidak dimiliki oleh negara-negara di Timur Tengah secara keseluruhan. Mungkin hanya Mesir yang dianggap memiliki kesamaan dengan Iran. “Mesir lumayan terbuka dalam hal pemikiran keagamaan, dibandingkan negara-negara di Timur Tengah pada umumnya,“ kata ahli kajian Timur Tengah, Luthfi Zuhdi.
Bicara film-Iran, bagi Luthfi Zuhdi, bukan sekadar keahlian seorang produser menyajikan fakta dan narasi, atau sebagai industri produk-kebudayaan sebuah bangsa. Tapi, produk kebudayaan dan film-film yang keluar dari Iran, mencerminkan pemikiran keagamaan yang sudah tertanam kuat dalam sejarah peradaban persia.
Sementara itu, Khaje Pasha, produser film-Iran, turut berbagi pengalaman sebagai produser film. Menurutnya, untuk menjadi seorang produser tidak sesulit yang dibayangkan. Menurutnya, film-film yang di produksi selama ini, tidak lebih dari pengamatan membaca, melihat fenomena sosial yang ia saksikan sehari-hari di masyarakat. Ketika melihat-menyaksikan dua orang remaja sedang beradu-pandangan mata, secara romantis, maka “getaran-rasa” dari fenomena tersebut menginspirasi Khaje menjadi sebuah film.
Bagi Khaje, keinginan membagi sesuatu yang bermanfaat bagi dunia membuat dirinya punya energi-besar untuk berkarya, bukan karena yang lain. “Apakah saya bisa memberikan arti bagi orang lain. Apakah film bisa mengantarkan pada kebaikan, kebenaran dan keadilan. Bisakah film menunjukkan jalan kebahagiaan bagi umat manusia,” kata Khaje.
Konselor Kebudayaan Iran, Dr. Mohammad Reza Ebrahimi dalam sambutannya mengatakankan, optimistis jika kerjasama kebudayaan Iran-Indonesia akan mampu terus ditingkatkan. “Kami merasa tidak cukup dengan keadaan sekarang ini. Kita perlu tingkatkan di masa yang akan datang,” katanya.
Bagi Indonesia, juga tak kalah penting, karena dengan diskusi, bisa mengambil pelajaran dari banyak negara, termasuk Iran dalam konteks film. Sejauh ini sudah ada wacana untuk membuat film bersama Iran-Indonesia. Rencana ini bisa memberikan arti-penting bagi kemajuan diplomasi kedua negara. Kepentingan kedua negara akan makin kuat, jika pembuatan film bersama bisa dirintis sejak dini.
“Dengan akar budaya yang kuat kedua negara, bukan mustahil Iran adalah negara yang paling mungkin berkolaborasi membangun produk-produk ekonomi kreatif di Indonesia, “ ujar Zaenul Ula, Koordinator Pelaksana Pekan Film Iran di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.
Hal senada diungkapkan Karnoto Mohamad, Editor in Chief The Asian Post (Asianpost.id), media partner Pekan Budaya Iran 2025. Menurutnya, kerjasama dalam bidang film, musik dan seni antara Indonesia dan Iran, mampu mendorong kerjasama di bidang lainnya, seperti kerjasama di bidang ekonomi maupun perdagangan.
“Kegiatan seperti ini sangat positif bagi kedua belah pihak, baik Indonesia maupun Iran. Ini bisa menjadi pendorong kerjasama di sektor-sektor lain yang saling menguntungkan,” ujarnya.
Pekan Budaya Iran akan berlangsung 21-24 Februari 2025 di tiga kota, yakni Jakarta, Malang, dan Makasar. Event ini adalah bagian dari momentum 75 tahun hubungan diplomatik Iran-Indonesia. Hubungan diplomatik Indonesia-Iran, selain di bidang investasi dan perdagangan, juga memiliki hubungan-kebudayaan yang berakar panjang dalam sejarah kedua negara. DW