Berantas Pelaku TPPU, Jokowi Desak RUU Perampasan Aset Segera Digolkan DPR

Jakarta—Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar RUU Perampasan Aset dapat segera disahkan oleh DPR. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan payung hukum kepada aparat penegak hukum, sekaligus mempermudah penanganan tindak pidana korupsi.

Pernyatan tersebut ia sampaikan usai menyerahkan Bantuan Tunai Langsung (BTL) kepada para pedagang di pasar Rawamangun, Jakarta, Rabu (5/2/2023).

“RUU Perampasan Aset itu memang inisiatif dari pemerintah dan terus kita dorong agar itu bisa diselesaikan oleh DPR dan ini prosesnya sudah berjalan. Kita harapkan dengan UU Perampasan Aset itu akan memudahkan proses-proses utamanya dalam tindak pidana korupsi, setelah telah terbukti karena payung hukumnya jelas,” tegasnya, Rabu (5/4/2023).

Dalam sepekan terakhir, persoalan mandeknya pengesahan RUU Perampasan Aset kembali mencuat usai Menko Polhukam Mahfud MD memberikan pernyataan di dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR.

Di dalam rapat itu, Mahfud MD menegaskan bahwa RUU tersebut harus kembali menjadi daftar prioritas dan segera disahkan oleh DPR karena perkara korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sangat sulit untuk diberantas.

Selain itu, disahkannya RUU tersebut diyakini memberikan ruang dan kewenangan bagi aparat penegak hukum untuk menangani kasus TPPU.

“Jadi, tolong tolong Pak, melalui Pak Bambang Pacul, undang-undang perampasan aset tolong didukung Pak, biar kami bisa mengambil yang begini-begini ini pak,” kata Mahfud saat rapat dengan Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023).

Jika merujuk draf RUU Perampasan Aset pada 2015, negara dapat merampas aset-aset dalam bentuk kendaraan, properti, dan harta benda lain milik terduga jika diperoleh berdasarkan hasil tindak pidana atau kejahatan.

Naskah akademik dan draf RUU Perampasan Aset sebenarnya sudah selesai disusun. Namun, pembahasan RUU Perampasan Aset tidak bisa berjalan jika belum ada surat presiden. Diketahui, sampai dengan Jumat (31/3/2023), DPR belum menerima Surpres berisi usulan pembahasan RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana.

Di antara enam pemimpin instansi yang dimintai persetujuan draf RUU, sampai saat ini baru tiga yang telah memberikan paraf persetujuan. Persetujuan tersebut dari Mahfud MD, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Adapun, tiga pemimpin dari instansi lainnya yang belum memberikan paraf persetujuan yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin. (*) RAL

Firli BahruriJokowikorupsiRUU Perampasan Asettppu
Comments (0)
Add Comment