Jakarta – Binus Business School (BBS) yang berada di bawah naungan Binus University dengan spesialisasi pada program bisnis, memiliki strategi tersendiri dalam mengentaskan masalah pengangguran di Indonesia.
Executive Dean Binus Business School, Dezie L. Warganegara menyampaikan bahwa pihaknya menerapkan tiga aspek utama dalam kurikulum pengajaran di BBS. Tiga aspek atau pilar ini diharapkan dapat melengkapi mahasiswa Binus University yang berjumlah sekitar 13.000 mahasiswa, termasuk di dalamnya Binus Business School, untuk menghadapi rintangan dalam dunia kerja pasca lulus.
“Unggulan keilmuan kita, yang kita sharing kepada mahasiswa dalam pembelajaran mereka di kurikulum S1, S2, dan S3, itu ada tiga aspek,” ujar Dezie saat ditemui Asianpost dalam acara konferensi pers “BBS Raih Peringkat Tertinggi di Indonesia dalam QS Global MBA Rankings 2026” di Jakarta, Jumat, 19 September 2025.
Aspek pertama, yakni teknologi. Dezie menerangkan bila Binus University yang memiliki keunggulan utama di bidang teknologi menjadi keuntungan tersendiri dalam memberikan kurikulum terkait teknologi kepada seluruh mahasiswanya.
Di era disruptif seperti saat ini, pembekalan terkait ilmu teknologi kepada semua jurusan dinilai sangat penting dilakukan. Maka dari itu, Dezie mengungkapkan, Binus University, termasuk Binus Business School telah menerapkan kurikulum artificial intelligence (AI) kepada semua jurusan sejak dua tahun lalu. Mengingat, pengetahuan atas AI sangat dibutuhkan di hampir semua sektor industri saat ini dan ke depannya.
“Kalau bagi mereka yang dari jurusan IT, pengetahuan AI itu adalah the way of life. Tetapi, bagi kita yang bukan dari jurusan IT, AI itu adalah alat atau tool,” jelasnya.
Aspek kedua, yakni inovasi. Dezie menerangkan, inovasi dalam konteks ini tidak selalu terkait teknologi, namun bisa mencakup hal yang lebih luas seperti strategi berpikir kreatif untuk melakukan suatu perencanaan yang berbeda dalam menemukan suatu solusi baru.
Dan aspek ketiga adalah sustainability management. Ia menjelaskan, teknologi dan inovasi tentunya bakal diberdayakan untuk kelangsungan bisnis, entah itu bisnis pribadi maupun bisnis perusahaan tempat di mana lulusan Binus akan berkarya.
“Ini ‘kan semua teknologi dan inovasi dipergunakan untuk kelanggengan bisnis, bagaimana caranya supaya sustainable. Jadi, sustainability management,” paparnya.
Ketiga aspek ini akan saling terhubung satu sama lain. Misalnya, dalam menghadapi era disruptif yang tak bisa diprediksi ini, dibutuhkan peran teknologi untuk membuat proses lebih efisien. Dalam hal inovasi, seorang individu juga diharapkan dapat menerapkan cara-cara berbeda yang mumpuni dalam proses produksi atau pendekatan dengan klien, untuk mencapai hasil yang optimal.
“Jangan hanya kita itu stick dengan apa yang telah dilakukan sebelumnya,” sebut Dezie.
Dan terkait sustainability, Binus University sangat menekankan mahasiswanya untuk memperhatikan aspek lingkungan, tata kelola, serta potensi fraud.
Selain kurikulum pengajaran dan program peduli lingkungan atau CSR yang melibatkan mahasiswa, Binus juga memberikan didikan lainnya untuk menegakkan mindset sustainability pada diri mahasiswa, yakni memberikan sanksi tegas drop out (DO) bagi mereka yang terlibat cheating saat ujian dan tidak diakuinya status alumni mahasiswa Binus bagi mereka yang terbukti melakukan tindakan pidana seperti korupsi.
“Kalau sampai ketahuan, mereka lagi bikin PR, ujian, itu cheating, kita langsung panggil ke committee ethics. Dan kalau benar mereka nyontek, itu drop out langsung. Jadi, kita mulai dari sini ‘deh, yang integritas di dunia pendidikan dulu,” sambungnya.
Ketiga aspek ini diharapkan dapat melengkapi mahasiswa mahasiswi Binus dengan skill dan mentalitas mumpuni dalam mengarungi dinamika di pasar. Dezie menjelaskan lebih jauh, 30 persen mahasiswa lulusan Binus University memilih menjadi entrepreneur atau pengusaha, sedangkan sisanya memutuskan untuk menjadi profesional di dunia karier.
“Kita ingin mereka itu menjadi entrepreneur by system, bukan ujug-ujug jadi entrepreneur. Makanya, kita buat sistem yang mempersiapkan mereka untuk menjadi entrepreneur,” jelas Dezie.
30 persen yang memutuskan untuk menjadi entrepreneur tersebut tentunya bakal menciptakan potensi baru bagi pertumbuhan UMKM maupun pembukaan lapangan kerja di Indonesia. Sedangkan para profesional dari alumni Binus University tersebar di banyak perusahaan besar dari beragam sektor, mulai dari BUMN, swasta, hingga ASN.
“Semua kurikulum kita itu dievaluasi setiap dua tahun sekali, untuk memastikan terciptanya sistem kurikulum yang tetap relevan dan up to date dengan perkembangan pasar,” tukas Dezie. SW