Jakarta – Batu bara menjadi komoditas utama energi nasional dengan kontribusi paling besar dibandingkan energi lain. Sumber daya ini juga menyebabkan harga tarif dasar listrik di Indonesia cenderung murah.
Selama ini, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara masih menjadi pembangkit listrik paling kompetitif dibandingkan dengan pembangkit lainnya. Pemerintah dalam beberapa kesempatan menjabarkan bahwa saat ini harga listik dari PLTU hanya sekitar US$6 – 8 sen per kWh.
Harga tersebut sangat jauh berbeda bila dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga surya + baterai. PT PLN menjelaskan bahwa biaya produksi listrik untuk PLTS + baterai dapat mencapai US$12 sen per kWh. Namun begitu, harga EBT diharapkan dapat terus turun di masa depan seiring pelaksanaan transisi energi.
Dari jenis pembangkitnya, hingga kini PLTU masih menguasai pembangkit secara nasional dengan porsi 36,9 gigawatt (GW) listrik. Jumlah ini setara 50 persen dari total kapasitas terpasang energi nasional, yakni sekitar 73,73 GW sampai Desember 2021. Disusul oleh PLTGU 12,4 GW, PLTG/MG 8,5 GW, PLTD 4,9 GW, hingga PLTA 6,4 GW.
“Listrik merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat modern. Saya pikir kita semua sepakat, bahwa kita bisa bayangkan kehidupan kita kalau tidak ada listrik,” jelas Ketua Umum Asosiasi Kontraktor Listrik dan Mekanikal Indonesia (AKLI) Puji Muhardi, secara tertulis, Jumat (13/5).
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana menjelaskan bahwa kelistrikan di Tanah Air didominasi pengelolaannya oleh PLN sebesar 59 persen, kemudian independent power producer (IPP) sebesar 28 persen, serta sejumlah instansi lainnya.
“Energy mix yang disebut bauran energi, listrik yang kita nikmati sampai saat ini, nyaris 66 persennya datang dari PLTU. Itu suatu kebanggaan, juga suatu tantangan,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menyebutkan bahwa batu bara akan dioptimalkan selama masa transisi energi. APBI memperkirakan batu bara masih cukup menjanjikan sebagai sumber energi dalam satu hingga dua dekade ke depan. Steven Widjaja