Jakarta — Transaksi perbankan secara digital yang dilakukan masyarakat Indonesia mengalami kenaikan signifikan. Sayangnya, transaksi layanan pinjol ilegal juga turut mengalami kenaikan.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara dalam acara Digital Economic Forum 2025 di Jakarta, Selasa, 25 Februari 2025.
Acara Digital Economic Forum 2025 tersebut merupakan rangkaian acara peringatan ke-25 tahun PT Artajasa Pembayaran Elektronis.
Menurut Mirza, transaksi perbankan digital mengalami kenaikan 50,6 persen per Desember 2024. Kenaikan tersebut terhitung secara year on year atau tahunan dibandingkan periode sebelumnya.
Lonjakan penggunaan layanan digital perbankan tersebut, kata Mirza, berdasarkan data dari channel pembayaran yang dipantau Bank Indonesia (BI).
“Baik melalui phone banking, SMS, mobile banking, internet banking ini mencapai 87 kuadriliun, naik 50,6 persen. Ini per Desember, memakai data Bank Indonesia (BI),” ujar Mirza.
Tingginya transaksi perbankan digital, menurut Mirza, menjadi cermin perilaku konsumen Indonesia yang semakin mengandalkan teknologi dalam setiap keputusan keuangan.
Kenaikan transaksi perbankan digital, kata Mirza, juga dibarengi dengan kenaikan transaksi layanan pendanaan berbasis teknologi informasi atau peer to peer lending (P2P lending), yang lebih dikenal dengan sebutan pinjol (pinjaman online).
“Teman-teman sering menyebutnya pinjol. Kami telah melakukan rebranding (menjadi) pindar, pinjaman daring. Jadi yang resmi itu pindar, yang banyak yang ilegal itu pinjol,” ungkap Mirza.
Menurut data BI, hingga akhir 2024 setidaknya ada 2.500 pinjol ilegal yang ditutup pemerintah. Namun, keberadaan pinjol masih tetap eksis karena banyak dioperasikan oleh server yang berada di luar negeri. DW