Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Catur Budi Harto (CBH), mantan Wadirut BRI, dan Indra Utoyo (IU), mantan Direktur Digital dan TI BRI, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin EDC senilai Rp744 miliar.
Selain CBH dan UI, KPK juga menetapkan tiga tersangka lain, yakni Dedi Sunardi (DS), SEVP Manajemen Aktiva dan pengadaan BRI; Rudy Suprayudi Kartadidjaja (RSK), Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi (2020-2024); dan Elvizar (EL), owner sekaligus Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi (PCS).
Kelima tersangka tersebut adalah bagian dari 13 orang yang dicekal KPK terkait kasus dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture (EDC) di BRI pada tahun 2020–2024 yang ditaksir merugikan negara sebesar Rp744.540.374.314,-.
Dari 13 orang yang dicegah ke luar negeri, 8 orang lainnya adalah MI, AJ, IS, AWS, IP, KS, NI, dan SRD.
KPK mengungkapkan, modus korupsi dalam pengadaan mesin EDC BRI ini tidak terjadi secara tiba-tiba. Diduga, praktik curang ini sudah dirancang sejak tahap perencanaan pada tahun 2019, bahkan sebelum proses lelang dimulai.
Menurut KPK, sejumlah dugaan kecurangan agar PT Bringin Inti Teknologi dan PT Pasifik Cipta Solusi menjadi vendor pemenang pengadaan mesin EDC bank BUMN tahun 2020-2024. Kedua perusahaan itu membawa dua merek EDC, yakni Verifone dan Sunmi, yang menjadi syarat pengadaan.
“Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan EDC Android tahun 2020-2024 yang dilakukan secara melawan hukum oleh CBH, IU, DS, bersama-sama dengan EL dan RSK yang memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/7).
Meski sudah ditetapkan sebagai tersangka, KPK belum melakukan penahanan terhadap kelima orang tersebut. DW