Akhi, Ukhti, Untuk Apa Kita Memuji Allah?

Oleh: KH Tajudin Hasan, Mantan Imam Besar Masjid Istana Negara

NABI Muhammad SAW bersabda, “Setiap pekerjaan yang baik, jika tidak dimulai dengan ‘Bismillah’ (menyebut nama Allah) maka (pekerjaan tersebut) akan terputus (dari keberkahan Allah).”

Hadist Riwayat Abu Hurairah itu mengungkapkan pentingnya mengawali setiap pekerjaan yang kita lakukan dengan mengucap “Bismillahirrahmanirrahim”: Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Kenapa kita mesti memuji Allah setiap akan mengawali pekerjaan? Memuji Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang? Kenapa?

Adalah hak Allah untuk dipuji umat-Nya. Dan, sudah selayaknya umat-Nya memberikan pujian kepada Penciptanya. Sebab, semua muara dari kehidupan di dunia ini adalah Allah. Semua yang terjadi, apapun, atas campur tangan-Nya.

Memuji Allah adalah satu dari 4 macam pujian, yang menurut para alim-ulama, pada akhirnya akan kembali kepada Allah: qadim ala qadim, qadim ala hudus, hudus ala qadim, dan hudus ala hudus.

Satu, qadim ala qadim. Allah memuji diri-Nya sendiri. Sebagai penguasa seluruh alam, Allah berhak memuji diri-Nya sendiri karena memang Dialah yang pantas untuk melakukannya.

“Innanii anallaahu laa ilaaha illaa ana fa’budnii wa aqimis-salaata lidzikrii”

Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. (QS Thaha: 14)

Dua, qadim ala hudus. Allah memuji makhluk-Nya. Allah juga memiliki kewenangan untuk memuji makhluk-Nya. Salah satu makhluk yang sering dipuji Allah adalah Muhammad SAW, manusia paling sempurna, pimpinan semua nabi.

“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar di atas akhlak yang agung.” (QS Al Qalam: 4)

Tiga, hudus ala qadim. Makhluk memuji Allah. Sudah selayaknya makhluk memuji Sang Penciptanya. Tidak ada kata lain selain memuji ketika kita sebagai makhluk-Nya menyaksikan kebesaran Allah yang tiada duanya di muka bumi ini.

Itulah mengapa kita selalu memuji-Nya dengan mengucapkan “Bismillahirrahmanirrahim” sebelum memulai pekerjaan.

Sebab, “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”: Sesungguhnya kami itu milik Allah dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Allah SWT.

Empat, hudus ala hudus. Makhluk memuji makhluk-Nya. Ini adalah hal lumrah yang sering kita lakukan. Kita sering memuji ketika melihat orang salatnya rajin, selalu berjamaah ke masjid, dan baik àmalannya.

Meski memuji makhluk, pada hakikatnya kita juga sedang memuji Allah. Sebab, makhluk adalah cipta-Nya. Apa yang ada padanya adalah atas izin-Nya.

Dan, sudah selayaknya pula kita memuji orang yang salatnya bagus. Sebab, salat adalah kepalanya ibadah. Salat itu ibarat lokomotif pada gerbong kereta api. Dia akan bisa menarik berapa pun gerbang (ibadah) di belakangnya.

“Inti segala perkara adalah Islam dan tiangnya yang merupakan salat.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Walaupun hidup seribu tahun, tidak sembahyang apa gunanya.

Walapun hidup seribu tahun, tidak sembahyang apa gunanya.

Memuji Allah semakin menemukan momentumnya di saat-saat seperti sekarang ini, ketika masuki bulan Ramadhan, bulan terbaik dari 11 bulan lainnya. Di bulan Ramadhan, setiap orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kenikmatan: nikmat saat berbuka dan nikmat saat menyambut Idul Fitri.

Maka itu, sambutlah bulan Ramadhan ini dengan suka-cita. Sebab, di bulan ini Allah menebarkan rahmat dan ampunan begitu besar kepada umat-Nya.

Bulan di mana Al Qur’an pertama kali diturunkan: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah.”

Shadaqallahul adzim. Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh. (*)

*) Disampaikan pada Kuliah Subuh Spesial di Masjid Al Mujahirin Catalina, Gading Serpong, Tangerang, Minggu, 26 Maret 2023.

bulan puasaBulan RamadhanIslampuasaRamadhan
Comments (0)
Add Comment