Abdul Wahid Dijerat Pasal Berlapis, KPK Temukan Dugaan Gratifikasi Miliaran Rupiah

Highlight:

  • KPK menjerat Gubernur Riau Abdul Wahid dengan pasal berlapis dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di Dinas PUPR PKPP.
  • Ancaman hukuman berat menanti Abdul Wahid usai penyidik menemukan indikasi penerimaan fee proyek hingga miliaran rupiah.
  • Kasus ini membuka peluang penambahan pasal dan penyidikan lanjutan terhadap dugaan korupsi di lingkungan Pemprov Riau.

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka dugaan pemerasan dan gratifikasi terhadap pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau.

Kasus ini menyeret pula Tenaga Ahli Gubernur, Dani M. Nursalam, serta Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau, M. Arief Setiawan.

Penetapan tersangka ini diumumkan oleh Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (5/11).

Asep mengungkapkan bahwa Abdul Wahid dijerat dengan pasal berlapis berdasarkan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yakni Pasal 12e, 12f, dan 12B juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Kalau OTT kan fokusnya yang saat ini dari PUPR ini. Nah, ada juga temuan-temuan lainnya. Makanya, sementara kita untuk meng-cover itu semua kita juga menggunakan Pasal 12B,” ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di KPK, Jakarta, Rabu (5/11).

Pasal-pasal tersebut mengatur soal pemerasan, penerimaan gratifikasi, dan penerimaan uang dari pihak lain, yang seluruhnya kini tengah ditelusuri lebih lanjut oleh penyidik KPK.

Di Pasal 12 huruf e dan f, disebutkan bahwa pelaku terancam pidana penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Dalam penyelidikan, KPK menemukan adanya pemberian fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek yang diatur melalui penambahan anggaran tahun 2025.

Besaran fee tersebut berasal dari anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP. Anggaran Dinas PUPR PKPP disebut melonjak dari Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar, dengan selisih sekitar Rp106 miliar.

Dari peningkatan itu, terjadi tiga kali setoran, yakni pada Juni, Agustus, dan November 2025 dengan total Rp4 miliar yang telah diserahkan dari permintaan Rp7 miliar.

Asep menambahkan, praktik dugaan pemerasan ini bermula saat Abdul Wahid pertama kali menjabat Gubernur Riau. Saat itu, ia memanggil sejumlah pejabat PUPR, termasuk para kepala UPT yang mengurusi jalan dan jembatan wilayah I hingga VI.

“Kepala UPT yang kepala UPT 1, 2, 3 sampai 6 ini khusus UPT jalan dan jembatan, UPT yang lainnya ada tapi ini yang 1 sampai 6 ini adalah UPT jalan dan jembatan,” sebut Asep.

Mengancam Bawahan

Wahid menginstruksikan agar para bawahannya tegak lurus kepada ‘satu matahari’ yaitu dirinya sendiri yang menduduki jabatan Gubernur. Ia mengatakan, kepala dinas merupakan kepanjangan tangannya, sehingga apa yang disampaikan harus dituruti.

“Yang bersangkutan itu menyampaikan bahwa, mataharinya adalah satu, semua harus tegak lurus pada mataharinya,” terang Asep.

Menurut KPK, ancaman berupa mutasi jabatan atau pergantian posisi menjadi tekanan tersendiri bagi bawahan yang tak menuruti instruksi Wahid.

Beberapa waktu kemudian, permintaan setoran dana pun muncul dan berlanjut hingga penyidik mengendus adanya pola sistematis di baliknya.

Kini, penyidik KPK masih mendalami aliran dana yang diduga tidak hanya bersumber dari Dinas PUPR PKPP, tetapi juga dari sejumlah pihak lain di lingkungan Pemprov Riau.

KPK menegaskan, pengusutan terhadap Abdul Wahid tidak berhenti pada satu kasus, melainkan menjadi pintu masuk pembongkaran dugaan gratifikasi lebih luas di Pemerintah Provinsi Riau. (*) RAL

Abdul Wahid ditangkap KPKGubernur Riau Abdul WahidKPK
Comments (0)
Add Comment