Oleh Diding S Anwar, FMII Ketua Bidang Penjaminan Kredit UMKM & Koperasi RGC FIA Universitas Indonesia
Sinyal darurat masih menyelimuti AJB Bumiputera 1912. Ibarat kapal besar yang mengangkut jutaan penumpang yang tengah berlayar dalam perjalanan panjang dan sedang dihantam badai besar. Jika terlambat dan dibiarkan terombang ambing, maka kapal besar itu akan tenggelam dan penumpangnya tidak akan selamat.
Menyongsong usia ke-111 tahun, AJB Bumiputera 1912 masih memberikan kontribusi terhadap perkembangan ekonomian nasional di segala sektor dengan menyesuaikan diri sejalan perkembangan teknologi. Karena itu, permasalahan yang selama ini terjadi harus ditangani dengan baik, cepat, dan tepat sasaran oleh seluruh pihak.
Maka, upaya stakeholder untuk menanggulangi potensi bencana di tubuh perusahaan itu diharapkan tidak kendor. Apa pun solusi alternatif terbaik perlu dilakukan.
Agenda Tersembunyi
“Urip iku urup” adalah sebuah pepatah jawa yang berarti kehidupan itu seperti api yang tidak pernah padam sebagai sumber energi.
Creation of value added, creation of income and profit. Pilihan alternatif solusi terbaik ini penting untuk menghindari Pencàbutan Izin Usaha (PIU) dan menghindari sirnanya usaha bersama AJB Bumiputera 1912. Namun, semangat agar usaha bersama terus eksis agar mampu berkontribusi untuk generasi masa depan.
Pada prinsipnya, usaha bersama (dari oleh dan untuk Anggota). Mungkin saat ini anggota sudah letih dan masa bodoh sehingga bersikap apatis atas situasi yang terjadi. Maka dari itu, semestinya anggota jangan lagi bersikap skeptis dan pragmatis dan hanya berpikir praktis. Teruslah beribadah, jangan lelah dan malas, mengabdi demi masa depan dan kesejahteraan rakyat.
“Das Sein dan Das Sollen”. Kita melihat dari dua kemungkinan, pertama, tepat sasaran, di mana mungkin keadaan akan pulih dan masa depan perusahaan menjadi cemerlang. Kedua, terjebak sasaran. Kemungkinan perusahaan akan sirna dan ‘sakit berkepanjangan’. Siapkan bekal untuk memperkuat lambung kapal perusahaan agar tetap tegar diterpa badai.
Silakan analisis dan cari minimal tiga langkah prioritas dan solusi alternatif menggunakan prinsip Pareto 80/20 yang diukur dari perspektif berikut;
Create value added
Secara hukum bentuk usaha bersama diakui secara tegas dalam UU No. 2/ 1992, tapi pengaturan lebih lanjutnya belum terbit hingga lahirnya UU No. 40/ 2014. Berdasarkan amanat dalam UU No. 40/ 2014 melalui PP No. 87/ 2019 yang terbit pada 26 Desember 2019, barulah usaha bersama memiliki payung hukum.
Namun PP 87/2019 akhirnya kandas melalui amar Putusan MK No. 32/PUU-XVIII/2020 pada 14 Januari 2021 menjadikannya tidak mengikat secara hukum. Bentuk usaha bersama perusahaan asuransi harus melalui UU sebagaimana yang tertuang dalam putusan MK No. 32/PUU-XI/2013 pada 3 April 2014.
Alhasil AJB Bumiputera 1912 hanya mempunyai payung hukum selama periode 26 Desember 2019 s.d 14 Januari 2021 atau sekitar kurang lebih satu tahun. AJB Bumiputera 1912 harus menderita dan menunggu sekitar dua tahun untuk menanti lahirnya UU. Maka pedoman operasional yang digunakan sebagai konstitusi tertinggi secara khusus adalah Anggaran Dasar AJB Bumiputera 1912.
Namun, dalam pelaksanaannya, AD/ART AJB Bumiputera 1912 yang muncul tidak berlandaskan prinsip perusahaan asuransi usaha Bersama. Padahal, AJB Bumiputera 1912 merupakan perusahaan mutual. Ini menjadi masalah besar yang harus dibereskan.
Hadirnya Payung Hukum UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) pada BAB VII terkait Asuransi Usaha Bersama diharapkan dapat menyelesaikan seluruh permasalahan sepanjang 2022 itu. OJK mempunyai peran utama dalam menentukan nasib jutaan pemegang polis dan masyarakat lainnya yang selama ini belum mendapatkan kejelasan memeroleh hak-haknya.
Dengan mengembalikan seluruh penyelesaian permasalahan berdasarkan aturan yang berlaku, semoga ada ‘ruang’ di dalam UU P2SK yang dapat digunakan OJK dalam menyelesaikan permasalahan AJB Bumiputera 1912 dengan cepat, tepat sasaran, dan konstitusional. Sehingga, pada tahun ini menjadi awal yang baik bagi jutaan masyarakat yang menanti kepastian akan hak-haknya.
Penanganan AJB Bumiputera 1912 harus melalui penegakan regulasi (kepatuhan) dan hukum secara transparan dan tanpa kompromi
Create income and profit
Setidaknya, manajemen harus membuat Business Continuity Planning (BCP). Cara mendapatkan sumber daya yang win-win solution itu dapat dilakukan dengan memperkuat sumber daya manusia, money [modal], metode, infrastruktur, dan dukungan lainnya.
Sikap kedisiplinan sangat penting dipegang teguh jajaran internal AJB Bumiputera 1912. Indisipliner atas pelaksanaan tata kelola perusahaan tidak boleh dibiarkan terjadi. Organ AJB Bumiputera 1912, khususnya Rapat Umum Anggota (RUA), para direksi, dan dewan komisaris dipaksa wajib mengikuti Good Corporate Governance (GCG) sesuai ketentuan UU No. 4/2023 Tentang P2SK.
Prinsip GCG harus dipedomani. Tentunya, perencanaan keuangan yang baik dapat segera memulihkan kejayaan AJBB masa lalu. Masyarakat pemegang polis harus segera dibayarkan klaimnya.
Pun demikian dengan pegawai yang harus disiplin menjual produk asuransi sesuai ketentuan. Nasabah pemegang pempol produk harus jadi anggota pemilik perusahaan asuransi mutual. Perusahaan dirasa perlu membuat business continuity planning, untuk mendorong aksi korporasi yang berdampak baik pada kinerja operasi, keuangan, hukum kepatuhan, dan optimalisasi aset.
Memperkuat kolaborasi pentahelix lintas generasi dan lintas mitra agar tercipta suasana yang harmonis, sehingga tidak terjebak di arena dikotomi, yang mana para pihak saling tuding, menyalahkan maupun buang badan atas masalah yang terjadi.
Standar dan model praktek usaha bersama perlu mengikuti organisasi yang menaungi kegiatan usaha bersama internasional yang dikenal memakai prinsip mutual, yakni The International Cooperative and Mutual Insurance Federation (ICMIF). Tak kalah penting adalah kehadiran negara dan political will pemerintah dalam menyelamatkan AJBB 1912.
Penerus adalah pemegang amanah untuk menjaga, memelihara serta mengembangkan hingga AJB Bumiputera 1912 terus eksis. Untuk itu diperlukan kader potensial internal yang berkualitas. Anggota RUA harus diambil dari internal yang mempunyai jiwa integritas dan berdedikasi tinggi untuk diberi kesempatan pertama melanjutkan estafet keberlangsungan AJB Bumiputera 1912.
Perlu diperhatikan, pembentukan RUA harus dilakukan secara hati-hati. banyak kader internal yang bersikap oportunis dan menjadi ‘pahlawan kesiangan’ yang mengambil kesempatan dalam kesempitan.
Tidak kalah penting juga adanya benchmark dengan cara memetik best practice yang telah dilaksanakan oleh ribuan perusahaan mutual di negara lain.
Beberapa catatan yang ada di internal AJBB 1912
Berdasarkan penilaian dari OJK bahwa AJB Bumiputera 1912 mengalami permasalahan likuiditas dan solvabilitas yang didasarkan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 71/POJK.05/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi tanggal 28 Desember 2016.
Akhirnya pada 21 Oktober 2016, sesuai ketentuan Pasal 9 UU No. 21/ 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, di mana OJK dapat menggunakan kewenangan penetapan pengelola statuter terhadap AJB Bumiputera 1912.
Sepanjang yang diketahui, masalah yang dihadapi perusahaan sampai saat ini berkutat pada klaim asuransi pemegang polis yang banyak belum terbayarkan, dan hak-hak para pekerja. AJB Bumiputera 1912 beralasan tengah dalam kesulitan likuiditas dan belum terungkap apa penyebabnya.
Pada Mei 2022 OJK menyetujui terbentuknya 11 Anggota BPA (sekarang RUA) melalui hasil penilaian kemampuan dan kepatutan, meski pun proses penyelenggaraannya bertentangan dengan AD.
Waktu terus bergulir. Sidang BPA diselenggarakan beberapa kali, tapi hingga saat ini pekerja tidak mengetahui hasilnya secara resmi. Di satu sisi, diketahui sidang BPA telah berhasil melakukan pergantian sejumlah direksi dan dewan komisaris secara berturut-turut.
Selama kurun waktu kurang lebih enam bulan proses Rencana Penyehatan Keuangan Perusahaan (RPKP) ternyata belum kunjung selesai dan memeroleh persetujuan dari OJK. Terlebih pemegang polis dan pekerja tidak mengetahui upaya-upaya yang menjadi strategi AJB Bumiputera 1912 dalam rangka memenuhi seluruh kewajibannya.
Di tengah RPKP, ternyata masih ada pihak-pihak yang ‘mengail di air keruh’ dan membuat kondisi semakin runyam. Saling berkubu-kubu dan saling menyikut.
Semua pihak sudah sepatutnya mengikuti sistem yang sudah berlaku, sehingga upaya penyelesaian setiap permasalahan dituntaskan dengan hadirnya UU. Jangan sampai penyelesaian AJB Bumiputera 1912 mengganggu tatanan sistem perekonomian yang sedang dibangun melalui UU P2SK hanya karena kepentingan sesaat, yang praktis dan pragmatis.
De Jure
Anugerah payung yang telah diatur dalam UU No 4/ 2023 Tentang P2SK pada BAB VII terkait Asuransi Bersama seakan tidak digubris. Harusnya terjadi perubahan “quo vadis dan status quo”. Mestinya, manajemen dan pemangku kepentingan langsung melaksanakan tahapannya. Jangan bersika bersikap no action talk only.
Benahi AD saat ini yg dijadikan pedoman, tersurat dan tersirat serta implementasinya yang keluar rel prinsip usaha bersama dan segera benahi sumber daya manusianya. Usaha bersama yang nyatanya kini tercerai berai dan saling sikut menyikut harus dipinggirkan. Perusahaan harus melaksanakan GCG dengan benar. Bukan justru melaksanakan general check up yang kontra produktif.
Organ Perusahaan yang legal formal konstitusional penting dilakukan agar tidak menambah keributan besar. Benih konflik meluas, tanda pemicu kegaduhan dan ketidakpercayaan serta ketidakpastian masyarakat terus membesar dan menggelinding membesar seperti bola salju.
Dari perspektif keuangan sampai kini tidak kunjung ada jalan keluar. Dasar laporan hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) belum bisa diyakini. Masih banyak pos-pos yang ngumpet dan adanya ‘jebakan batman’.
Apakah auditor eksternal independen KAP meyakini telah memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), atau sebaliknya malah Tidak Wajar. Karena itu jangan bagai kucing dalam karung. Maka dari itu, hasil audit dan kondisi sebenarnya harus dibuka secara transparan ke publik sebagai bentuk pertanggung jawaban.
AJBB 1912 adalah perusahaan milik rakyat, pemegang polis berhak mengetahui kondisi perusahaan ini apa adanya. Hati-hati membuat RPKP ala tukang cukur yang bisa menimbulkan polemik berkepanjangan. Jangan berhalusinasi dengan posisi confidence level yang tinggi.
De facto
Falsafah usaha bersama atas asas kekeluargaan di AJB Bumiputera 1912 sebagai modeling perusahaan mutual ibarat masih ‘jauh panggang dari api’. Satu sama lain saling tercerai berai, perang antar kubu, dan menuntut kepentingan masing-masing kelompok. Sampai saat ini, antarkubu saling sengketa dan saling menggugat di ranah hukum.
Sekali lagi, tata kelola perusahaan yang baik/GCG menjadi perhatian serius bagi seluruh pemangku kepentingan di internal, mengingat potensi terjadinya praktik abuse of power, penyimpangan dan kecurangan (fraud) oleh organ perusahaan jika hal tersebut terabaikan.
Pengendalian situasi baik internal maupun eksternal melalui organisasi yang produktif, adanya keterbukaan informasi, dan upaya maksimal dalam implementasi program kerja dan anggaran secara efektif dan efisien. Perusahaan dinilai perlu menggunakan prinsip ultimum remedium saat menyelesaikan masalah yang berkaitan hukum dan merugikan kepentingan tertentu. (*)
Editor: Ranu Arasyki A. Lubis